Apakah sebuah perjanjian atau kontrak yang menggunakan bahasa asing tetap sah?
Dalam prakteknya, sering kita menemukan kontrak-kontrak berbahasa asing. Khususnya dalam kontrak bisnis internasional yang menuntut penggunaan bahasa yang dipahami secara baik oleh pihak asing sebagai lawan kontrak kita. Terhadap penggunaan bahasa asing dalam kontrak ini baik bahasa asal negara lawan kontrak kita maupun bahasa Inggris banyak yang masih meragukan.
Apakah kontrak berbahasa asing itu sah dan bisa diterima secara hukum?
Sebagai antisipasinya banyak yang akhirnya membuat kontrak dalam dua bahasa atau bilingual yaitu bahasa Indonesia dan bahasa asing. Hal ini terutama kalau mengingat berlakunya undang-undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera bahasa dan lambang negara serta lagu kebangsaan. Undang-undang tersebut mewajibkan penggunaan bahasa Indonesia dalam setiap pembuatan kontrak.
Pasal 31 undang-undang itu menentukan bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan dalam perjanjian, baik perjanjian yang melibatkan lembaga negara maupun lembaga swasta termasuk yang melibatkan perseorangan warga negara Indonesia.
Sehingga penggunaan bahasa Indonesia dalam perjanjian atau kontrak sifatnya wajib. Apabila sifatnya wajib, maka bagaimana nasibnya dengan kontrak yang dibuat hanya dalam bahasa asing sementara undang-undang sendiri tidak memberikan sanksi nya.
Salah satu syarat sahnya kontrak sesuai kitab undang-undang hukum perdata adalah sebagai berikut:
-Suatu sebab yang halal artinya kontrak itu tidak bertentangan dengan undang-undang
– Tidak bertentangan dengan ketertiban umum
– Tidak bertentangan dengan kesusilaan
Mengacu pada syarat sahnya kontrak ini maka secara hukum kontrak yang tidak menggunakan bahasa Indonesia merupakan kontrak yang bertentangan dengan undang-undang. Bertentangan dengan pasal 31 undang-undang Nomor 24 Tahun 2009 karena pasal tersebut mensyaratkan bahwa pembuatan kontrak harus dalam bahasa Indonesia.
Apabila kontrak itu bertentangan dengan undang-undang maka kontrak yang tidak menggunakan bahasa Indonesia tidak sah dan kontrak tersebut batal demi hukum.
Terhadap sebuah kontrak yang dinyatakan batal demi hukum maka para pihak yang membuatnya dianggap tidak pernah membuat kontrak tersebut. Segala hak dan kewajiban kontrak yang sudah dilaksanakan berdasarkan kebatalan dihukum tadi harus dikembalikan. Memang terhadap pandangan yang mengatakan bahwa kontrak tersebut batal demi hukum maka banyak ahli dan praktisi hukum yang masih berbeda pendapat.
Beberapa mungkin mengatakan bahwa hal itu tidak batal demi hukum tapi dapat dibatalkan dan yang lain mengatakan tidak begitu saja bisa dibatalkan atau bahkan tidak perlu ada pembatalan. Masalah bahasa hanya merupakan masalah formalitas dan bukan materiel dari kontraknya itu sendiri.
Jadi kenapa dipandang sebegitu substansinya sehingga harus ada pembatalan. Meskipun masing-masing punya argumentasinya sendiri-sendiri tapi dalam prakteknya untuk masalah penggunaan bahasa kontrak. Dan sudah pernah ada sebuah kasus gugatan hukum tentang Perjanjian peminjaman uang, dimana pengadilan telah mengambil sikap dalam putusannya atau yurisprudensi. Bahwa kontrak yang menggunakan bahasa asing atau bahasa Inggris dan tanpa bahasa Indonesia adalah tidak sah dan karenanya bakal demi hukum.
Terlepas dari berbedaan pendapat tadi untuk amannya dan untuk lebih memberi kepastian hukum sebaiknya kontrak dibuat dalam bahasa Indonesia. Kalaupun kontrak itu melibatkan pihak asing yang menuntut penggunaan bahasa negaranya atau bahasa Inggris. Maka kontrak itu sebaiknya dibuat dalam dua bahasa atau bilingual yaitu bahasa Indonesia dan bahasa asing.
Hal ini terutama untuk menghindari adanya gugatan mengenai penggunaan bahasa kontrak yang dipandang tidak tepat.
Demikian informasi hukum ini kami sampaikan. Semoga informasi diatas berguna dan membantu anda dalam membuat kontrak kontrak bisnis.